Senin, 05 April 2010

ILMU PLITIK TENTANG PRODUK-PRODUK POLITIK

BAB 1
PRODUK-PRODUK POLITIK

Meningkatnya tanggung jawab pemerintah pada saat ini, maka sebenarnya tidaklah mungkin untuk melepaskan diri/menghindar dari dampak keputusan dan kebijaksanaan pemerintah didalam kehidupan kita.Pedagang besar, bagaimanapun keadaan keyakinannya dalam perusahaan bebas, cemas akan kebijaksanaan impor dan ekspor serta sruktur pajak resmi.Petani yang bebas, yang sedang membajak sawahnya dalam kesunyian, cemas akan harga-harga dan program-program sampingan dari pemerintah,kedua hal itu mempengaruhi harga-harga hadil-hasil panenan petani.Veteran tua cemas akan keamanan sosial dan apakah dia dapat memenuhi syarat untuk program jatah makanan.Bahkan pertapa yang tinggal dengan tenang didalam gua pertapaannya juga cemas akan kebijaksanaan untuk melindungi hutan belantara dimana dia tinggal.Semua kebijaksanaan ini ditetapkan oleh pemerintah.Tiada satupun,kita mengulangi pernyataan,dapat lolos dari dampak yang datang dari pemerintah.Oleh karenanya,tiada satupun yang tidak berkepentingan untuk memahami semua yang ia bisa tentang hasil interaksi politik:keputusan dan kebijaksanaan pemerintah.
Didalam bab ini kita akan mempertimbangkan dua konsepsi/pengertian yang penting untuk memehami hasil-hasil politik: pengambilan keputusan (decision-making) dan kebijaksanaan (policy).Sebenarnya decision making adalah suatu proses dan,oleh karenanya sudah lebih mendalam dibicarakan didalam bab terakhir daripada dalam bab ini .Kita telah memutuskan untuk membahas decision-making didalam bab ini karena dua alasan.Pertama dirasakan bahwa decision-making merupakan langkah terakhir didalam proses pembentukan kebijaksanaan.Ini merupakan titik tolak kearah mana semua faktor lainnya yang telah kita bahas,diarahkan.Semua faktor-faktor yang dibahas didalam dua bab terakhir berpengaruh pada proses pengambilan keputusan.Perlunya keputusan timbul disebabkan oleh konflik antara kepentingan berbagai kelompok didalam masyarakat.Kepentingan itu bisa berbeda-beda disebabkan perbedaan sosialisasi atau perbedaan keadaan.Sosialisasi dari pengambilan keputusan,nilai dominan dari budaya politik,kekuatan relatif dari kelompok yang bertentangan, dan tanggung jawab serta jenis informasi yang dikomunikasikan kepada pembuat keputusan itu sendiri adalah merupakan suatu out put dari sistem politik. Jadi, Decision –making, merupak langkah terakhir dari proses politik,setidak-tidaknya untuk sementara waktu,dan dihasilkan dari dampak faktor-faktor lainnya yang kita bahas.
Alasan kedua adalah mengapa kita memutuskan untuk membahas decision-making didalam bab ini dikarenakan terdapat hubungan yang erat antara konsepsi/pengertian decision-making dengan kebijaksanaan. Para peneliti bidang politik selalu menekankan bahwa proses yang digunakan untuk membuat keputusan memiliki dampak yang sangat signifikan terhadap tipe keputusan yang dihasilkan. Jadi,terdapat suatu hubungan yang kuat antara penemuan panelitian decision-making dengan yang digolongkan sebagai penelitian kebijaksanaan. Hubungan yang erat antara proses decision-making dengan kebijaksanaan yang menghasilkan keputusan adalah alasan lainnya mengapa kita memutuskan untuk membahas kedua konsepsi/pengertian tersebut didalam bab ini.
DECISION-MAKING
Bagaimana dan mengapa para pejabat politik membuat keputusan? Ini adalah pertanyaan utama yang diajukan dengan titik berat pada konsepsi decision making. Pertanyaan tersebut,dinyatakan sedemikian rupa,kedengarannya prtanyaan tersebut sederhana. Sayangnya, kesederhanaan ini bisa memperdayakan kita. Untuk memahami rangkaian interaksi internal dan eksternal yang rumit itu yang dihasilkan didalam jenis tingkah laku yang khas adalah merupakan tujuan fundamental dari semua ilmu-ilmu sosial. Dan juga untuk mencapai tujuan menerangkan/menjelaskan tujuan ini,yang merupakan apa yang dilibatkan didalam studi decision-making, membutuhkan ilmuwan sosial yang sulit ditemukan.
Meskipun kesulitan-kesulitan yang terjadi didalam menjelaskan bagaimana dan mengapa keputusan dibuat, namun sudah jelas bahwa penjelasan tersebut harus berguna sekali baik kepada para ilmuwan yang sedang mencari pengetahuan maupun kepada mereka yang ingin memperoleh masukan tentang pembuatan keputusan (decision-making) dalam bidang politik. Decision-making berada pada pusat proses politik. Jadi,marilah kita mempertimbngkan tanggung jawab atau karya dari peneliti yang sukses yang telah memperoleh jawaban pertanyaan pokok tersebut diatas.
Langkah pertama, memang adalah mempertimbangkan dengan tapat apa yang dimaksudkan dengan decision-making itu. Sayangnya,didalam banyak studi,arti dari istilah itu tetap saja tak terdefinisikan. Barangkali, ini disebabkan para peneliti yakin bahwa konsepsi/pengertian itu mengandung pengertian/maksud yang sangat dipahami. Tetapi meninggalkan suatu definisi yang implisit tidak pernah merupakan suatu ide/pendapat yang baik disebabkan seorang peneliti tidak akan pernah bisa dengan tepat mengetahui apakah para peneliti lainnya memiliki pengertian konsepsi seperti yang ia lakukan atau tidak. Seorang peneliti yang telah memberi batasan atau yang telah menetapkan konsepsi decision-making adalah Richard C. Snyder. Snyder adalah seorang ahki politik yang pertama-tama merumuskan suatu kerangka untuk menganalisa ilmu politik yang didasarkan pada konsepsi/pengertian decision-making. Dia membuat definisi berikut ini:
Decision-making diperoleh dari alternatif urutan tindakan yang diseleksi dari sejumlah masalah yang terbatas yang ditetapkan secara sosial, dari suatu proyek untuk melahirkan keadaan peristiwa yang khusus pada masa mendatang oleh para pembuat keputusan.
Sebagaimana akan kita lihat berikut ini, terdapat beberapa peneliti sekarang ini yang memperdebatkan definisi Snyder tentang ke jenjang mana “keadaan peristiwa khusus masa mendatang” bisa menjadi motifasi yang predominan di dalam decision-making. Pun juga,kita merasa bahwa siapapun akan setuju/sependapat dengan pernyataan Snyder, bahwa inti-isi decision-making bersifat pilihan. Jika tidak ada alternatif, maka tidak akan ada kebutuhan atau tidak perlu ada keputusan yang diusahakan untuk dibentuk. Untuk maksud pembahasan kita disini, maka, kita akan mengandalkan/bersandar pada bagian definisi yang dibuat Snyder dan menetapkan decision-making sebagai berikut: proses pemilihan antara alternatif urutan tindakan. Kita berharap bahwa definisi ini mempersempit/memperkecil bidang studi sehingga kita bisa memulai penyelidikan kita, dan juga cukup luas untuk menjangkau tanggung jawab penelitian yang luas yang telah dilakukan di dalam decision-making.
Selanjutnya kita harus mau mengetahui sesuatu tentang bagaimana keputusan-keputusan itu dibuat: adakala pola decision-making secara umum dan adakah aturan-aturan dasar yang mengatur reaksi para pembuat keputusan pada, dan pilihan diantara, berbagai alternatif yang menantangnya dan pengaruh-pengaruh yang mempengaruhinya. Jika pola dan aturan umum dapat diperoleh,dengan demikian,decision-making dapat dimulai untuk menghasilkan generalisasi dan kemajuan ke arah pembentukan dasar suatu teori. Marilah sekarang kita memeriksa penelitian yang telah dilakukan berdasarkan masing-masing pentahapan berikut ini.

Siapa yang terlibat?
Jelas, tidak ada penelitian yang dapat menjawab persoalan bagi semua instansi pengambilan keputusan. Namun beberapa pemikiran sudah diberikan mengenai bagaimana seorang peneliti dapat mengarahkan usahanya untuk mengidentifisir para partisipan dalam pengambilan keputusan. Pada tempat pertama, anda tentu berpikir bahwa seperti Snyder yang merumuskan unit-unit keputusan, mengidentifisir partisipan sama halnya dengan merumuskan batas-batas dalam analisa sistem-sistem. Sebagaimana sudah dikatakan diatas, para pengambil keputusan tidak berada di dalam vakum. Mereka dipengaruhi oleh masukan-masukan dari lingkungan. Oleh karena itu,seorang peneliti harus mengetahui manakah pengruh-pengruh itu dan manakah partisipan-partisipan aktual dalam pengambilan keputusan.
Masih ada soal lain yang harus dijawab mengenai siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan. Mereka adalah ketiga tingkat partisipan yang dapat diteliti oleh para peneliti. Di satu pihak perhatian dapat dipusatkan pada individu-individu sebagai pengambil keputusan. Alternatif lain adalah memberi perhatian pada suatu organisasi dan peranannya dalampengambilan keputusan. Akhirnya, dapat pula dipikirkan suatu sistem sebagai pengambil keputusan. Graham Allison menunjukka faktor-faktor yang berbeda-beda harus dipikirkan sebagai pengaruh-pengaruh yang penting atas pengambilan keputusan yang tergantung pada level analisa yang diplih oleh para peneliti. Kita akan memakai klasifikasi individu, organisasi dan level sistem-sistem dalam bagian berikut kalau kita berbicara tentang pengaruh-pengaruh atas para pengambil keputusan. Namun kita harus menunjukkan bahwa walaupun para peneliti mungkin memusatkan perhatiannya pada satu level tertentu tetapi untuk memahami seluruh proses pengambilan keputusan sangat penting untuk meneliti ketiga level tersebut.

Pengaruh-pengaruh dalam pengambilan keputusan
Individu.
Richard Snyder dalam awal rancangan pengmbilan keputusan rupanya menjadi peneliti utama yang mengarahkan perhatiannya keluar dari keadaannya sebagai seorang aktor dan melihat peranan pejabat sebagai individu dalam pengambilan keputusan. Pemikiran yang melatarbelakangi fokus atas individu adalah bahwa buka semua orang yang mengambil keputusan akan menanggapi situasi yang sama atas cara yang sama. Individu-individu berbeda, dan perbedaan-perbedaan itu akan membawa akibat atas bagaimana individu-individu menerima pengaruh-pengaruh dan tekanan-tekanan dalam lingkungannya, dan karena itu pula perlu ditanyakan bagaimana menanggapi pengruh-pengaruh itu. Snyder menegaskan pentingnya mengetahui keadaan dari tanggapan dan lingkungan individu-individu untuk dapat menjelaskan keputusan-keputusan yang diambil orang. Ada 3 faktor dasar yang dapat membantu kita untuk memahami persepsi individu-individu atas lingkungan: kepribadian,sosialisasi , dan posisi organisasional.
Dalam buku Psikopatologi dan Politik, Harold Lasswell mengusulkan bahwa ada suatu tipe kepribadian khusus yang memunculkan pemimpin-pemimpin politik. Ia menjelaskan tipe kepribadian dengan rumusan berikut ini:

P menunjukkan motivasi pribadi dari individu yang berkembang sejak masa kanak-kanak. Tanda menunjukkan “diubah menjadi”. Komponen kedua dari rumusan itu yakni d memperlihatkan bahwa motiv-motiv pribadi dialihkan kepada sasaran-sasaran umum, r menunjukkan bahwa peralihan itu dirasionalisir oleh perhatian atas kepentingan umum. Akhirnya, P menunjukkan munculnya manusia politis.
Apa yang dikatakan Lasswell adalah bahwa orang menemukan jalan keluar bagi kecenderungan psikologis mereka dalam politik dan dengan itu merasionalisasi keterlibatan politis dengan menerima kepentingan umum atau mengembangkan suatu ideologi politik”. Implikasinya adalah bahwa kegiatan politik merupakan akibat dari suatu kepribadian yang tidak sehat. Para peneliti telah memakai argumen ini sebagai penjelasan yang terbaik. Mau tak mau ini berarti semua aktivis politik mempunyai kepribadian yang tidak sehat, namun penelitian lebih lanjut atas kepribadian dapat membantu kita untuk memahami mengapa beberapa orang menjadi aktif dalam politik.
Sebagai tambahan,penelitian atas kepribadian dapat membantu kita juga untuk memahami bagaimana aktivis-aktivis itu akan bertindak dalam situasi pengambilan keputusan. Barangkali studi yang paling ekstensif tentang pengaruh kepribadian atas para pengambil keputusan adalah yang dilakukan oleh James David Barber mengenai karakter presidensial. Barber membuktikan bahwa ada dua dimensi kepribadian yang paling penting. Satu dimensi berhubungan dengan aktif atau pasifnya seorang Presiden dalam jabatannya. Dimensi yang lain entah sang Presiden merasakan kegiatannya sendiri secara positif atau negatif. Berdasarkan dua dimensi ini Barber menyimpulkan 4 tipe kepribadian:aktif-positif, aktif-negatif, pasif-positif, dan pasif-negatif. Ia mempergunakan dimensi-dimensi ini untuk mengklasifikasikan Presiden-presiden dan menyatakan bahwa ia dapat meramalkan penampilan presiden sesuai dengan klasifikasi kepribadian (lihat tabel 1).
Tabel I skema klasifikasi kepribadian presiden menurut Barber:
Aktif Pasif
PositifNegatif Aktif-PositifAktif-Negatif Pasif-PositifPasif-Negatif

Faktor kedua yang penting pada level individual adalah sosialisasi politik. Inipun dapat membantu kita untuk memahami/mengenal oarang-orang mana yang akan menjadi aktivis politik. Sebagaimana sudah ditunjukkan pada pembicaraan mengenai sosial politik, para peneliti sudah menunjuk pula pada ciri-ciri yang pasti dari pengalaman-pengalaman sosialisasi yang cenderung untuk meningkatkan interes pribadi dan keterlibatan dalam politik. Misalnya,diketahui pada orang-orang yang bersal dari keluarga yang dekat,yang mempunyai minat atau minatnya ditimbulkan dalam bidang politik pada dasarnya sendiri berminat akan politik. Mungkin dapat terjadi bahwa ciri-ciri pribadi yang khas dari pengalaman sosialisasi dapat ditunjukkan untuk meramalkan para pengambil keputusan yang akan datang (di masa depan).
Ada juga jalan-jalan lin bahwa sosialisasi politik dapat membantu kita memahami pengambilan keputusan pada level individual. Proses sosialisasi adalah bagaimana kita mengenal nilai-nilai kita serta orientasi kita kedunia sekitar kita. Seorang yang mengambil keputusan diliputi oleh macam-macam pengaruh dan tekanan dari lingkungan. Seandainya kita dapat mengerti sepenuhnya akan bermacam-macam orentasi dan nilai-nilai yang telah dimiliki oleh si pengambil keputusan, maka kita akan dapat meramalkan reaksinya terhadap bermacam-macam pengaruh dari lingkungan.faktor-faktor-faktor lain yang dapat disebutkan juga penting untuk usaha pengambilan keputusan individual-individual. Namun argumen dasar dari mereka yang memusatkan perhatian pada individual adalah bahwa pengaruh-pengaruh dari lingkungan diterima secara berbeda-beda oleh individu-individu. Seandainya kita dapat memahami itu,makakitadapat meramalkan bagaimana mereka menerima pengaruh-pengaruh dan dapat pula meremalkan keputusan-keputusan apa yang akan diambilnya.
Organisasi
Kita sudah membicarakan dengan jelas efek dari konteks organisasional atas pengambilan keputusan pribadi/individual. Sekarang kita akan membicarakan organisasi sendiri sebagai suatu keseluruhan pada saat seorang pelaku mengambil keputusan. Tentu saja suatu organisasi merupakan suatu kumpulan individu-individu. Karena itu seringkali kita bicarakan tentang organisasi yang dengan sendirinya bertindak. Misalnya, kita mengatakan bahwa “ Kongres telah mengatasi krisis energi “ atau Departemen Pertahanan memprotes persiapannya pada tahun anggaran yang akan datang.” Bagi beberapa peneliti, ada kekhasan-kekhasan atau keistimewaan-keistimewaan yang dapat timbul kalau ada kebersamaan individu-individu. Bagi peneliti-peneliti seperti itu, memusatkan perhatian pada individu saja dalam pengambilan keputusan sama sekali tidak cukup.
Dengan melihat pengambilan keputusan dalam organisasi, melihat pengambilan keputusan dalamorganisasi Allison telah menyatakan bahwa organisasi-organisasi sama halnya dengan individu-individu yang membentuknya. Organisasi mempunyai pandangan-pandangan yang terbatas. Ada beberapa alasan mengapa organisasi-organisasi mengembangkan pandangan-pandangan terbatas seperti itu:(1) pengembangan dari hal-hal rutin, (2)persepsi selektif atas informasi-informasi (3) kemampuan selektif dan (4) komgruensi nilai. Pada tempat pertama, organisasi-organisasi mempunyai urusan-urusan rutin dan standar dalam prosedur pelaksanaan. Alasan dari hal-hal rutin semacam itu adalah untuk menjadikan organisasi mampu mengambil keputusan secara cepat dengan memperhatikan hal-hal yang sudah terjadi. Namun urusan-urusan rutin seperti itu dapat membatasi situasi-situasi pada mana organisasi memberikan respon. Organisasi-organisasi dapat menjalankan hal-hal rutin sedemikian rupa sehingga mereka mengalami kesulitan untuk bereaksi terhadap situasi-situasi yang tidak mengalami kejadian-kejadian lebih dahulu. Oleh karena itu, situasi-situasi baru seperti itu mungkin tidak diketahui dalam proses pengambilan keputusan.
Semua ini nampaknya sangat bersifat manipulatif dan dalam kenyataannya memang demikian. Akan tetapi seandainya anda berpikir mengenai hal itu, maka organisasi dengan mana seseorang terikat mempunyai cara-cara untuk menetapkan keseragaman bagi anggota-anggotanya. Persahabatan dan kesetiakawanan mempergunakan “serangan”untuk secara selektif merekrut anggota-anggota dan lantas memakai inisiasi dan bermacam-macam bentuk tekanan sosial informasi untuk meyakinkan anggota-anggota menerima nilai-nilai yang tertentu. Perguruan-perguruan tinggi mengenal cara-cara untuk merekrut mahasiswa-mahasiswa yang mereka sukai dan menerapkan metode-metode untuk menanamkan nilai-nilai belajar,atau mungkin juga mengeluarkan mahasiswa-mhasiswa yang tidak sesuai dengan harapan-harapan organisasi. Mengapa organisasi-organisasi berusaha memanipulasi keanggotaan? Jawabannya adalah bahwa keseragaman nilai dan pandangan-pandangan dalam beberapa hal menjadikan organisasi-organisasi itu lebih efektif dan lebih efisien. Memikirkan persoalan-persoalan, Departemen Pertahanan dapat memiliki suatu porsi yang besar anggotanya yang terbanyak pasifis. Konflik dari dalam hampir-hampir mengakibatkan Departemen itu sukar untuk melaksanakan tugasnya.
Bagaimana keputusan-keputusan diambil.
Ada dua pendekatan yang ditempuh oleh para peneliti untuk mengetahui bagaimana keputusan-keputusan diambil. Salah satu pendekatan adalah untuk mengidentifisir berbagai tahap dalam proses pengambilan keputusan. Tentu saja peneliti-peneliti yang berbeda-beda menyoroti hal ini secara berbeda-berbeda pula. Namun mungkin saja untuk menunjuk pada beberapa aspek yang nampaknya banyak sekali dilihat. Pertama, tentu ada pemahaman dan definisi atau masalah. Keduanya dapat merupakan hal-hal yang paling menentukan dalam keputusan terakhir. Sebagaimana Bachrach dan Baratz sudah menyatakan,kegagalan untuk mengetahui persoalan-persoalan yang pasti rupanya merupakan bentuk kekuasaan yang paling penting. Dan bagaimana suatu persoalan dirumuskan, hal itu bergantung pada macamnya dan jumlah dukungan atau oposisi terhadap berbagai alternatif. (Entah kemiskinan adalah suatu persoalan malas atau ketidakadilan sosial?). Selanjutnya, pasti ada beberapa orang yang mengumpulkan informasi dan formulasi dari pemecahan alternatif. Pada langkah ketiga akan dibuat beberapa untuk rekomendasi dan uraian yang dapat diikuti untuk mengumpulkan dukungan yakni dengan persuasi. Akhirnya, mungkin suatu keputusan diambil berdasarkan beberapa aturan pengambilan keputusan. Setelah keputusan, akan diadakan usaha untuk mengevaluasi keputusan itu. Ini dapat memberi arah kepada keputusan yang selanjutnya. Hal tersebut akan dibicarakan kemudian.
Walaupun kategorisasi langkah-langkah mungkin berguna sebagai bantuan bagi para peneliti, namun hal itu tidak dapat membantu kita untuk menjelaskan bagaimana secara aktual keputusan-keputusan diambil. Untuk membuat hal ini penelitian tahap kedua akan lebih membantu. Penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan premise-premise dasar atau aturan-aturan keputusan yang dipakai oleh para pengambil keputusan.
Tentu saja ini adalah karakterisasi ideal dari proses pengambilan keputusan yang rasional. Mahasiswa-mahasiswa yang mempelajari pengambilan keputusan rasional membebani diri dengan para ahli ekonomi dan para ahli matematika supaya dapt mengerti proses itu. Pemikiran dasar dari para ahli ekonomi adalah bahwa orang mencoba memperbesar keuntungan dan memperkecil biaya. Individu-individu rela memikul biaya untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, menggunakan waktu yang sebenarnya dapat dipakai untuk kegiatan lain dan seterusnya sejauh keuntungan itu akan lebih besar dari pada harga/biaya. Apabila keuntungan yang diperoleh,maka penanaman modal berikutnya adalah irasional. Pada saat ini dari tujuan yang hendak diperoleh meningkat,maka hendak diperoleh meningkat, maka beban yang rela dipikul pun meningkat.
Dengan memakai rancangan pengambilan keputusan rasional, beberapa peneliti sudah dapat menjelaskan berbagai keputusan individual politik dan beberapa pola politik. Snyder yang kita kutip rumusannya mengenai pengambilan keputusan pada awal bab ini, bersama dengan Glenn D. Paige,telah menganalisa keputusan Amerika Serikat untuk mempertahankan invasi Korea Selatan oleh Korea Utara. Suatu pernyataan yang sangat sederhana dari argumen dasar mereka adalah bahwa Truman telah campur tangan di Korea karena ia yakin bahwa intervensi adalah jalan terbaik untuk mencapai tujuan menjaga keamanan nasional Amerika Serikat.
Marilah kita melihat salah satu akibat dari proses pengambilan keputusan yakni: kebijakan.
KEBIJAKAN
Hingga sekarang kita telah berbicara tentang konsep-konsep yang dapat dipandang sebagai produk-produk revolusi tingkah laku dalam ilmu politik. Tak dikatakan bahwa semua konsep sudah diciptakan selama revolusi ini. Banyak dari konsep-konsep itu sudah menjadi bagian dari analisa politik selama berabad-abad. Maka semua konsep yang sudah kita bicarakan menjadi pusat penelitian dalam revolusi tingkah laku. Sejak revolusi itu dilaksanakan dan muncul penemuan-penemuan ilmiah dalam ilmu politik, maka banyak riset yang telah dikembangkan dari konsep ini berusaha menghasilkan penjelasan-penjelasan yang bebas dari fenomena politik daripada untuk menguraikan pemilihan politis.
Konsep kebijakan berbeda daripada konsep-konsep lain yang sudah diutarakan. Kebijakan sebagai suatu bidang studi khusus adalah relatif suatu hal baru bagi para ilmuwan politik. Ini berarti bahwa konsep kebijakan sudah cukup berusia sejak zaman postbehavioural ketika banyak ilmuwan politik, mahasiswa-mahasiswa dan para praktikan menuntut suatu disiplin yang lebih relevan. Mungkin inilah soalnya bahwa konsep kebijakan menjadi menarik bagi para peneliti karena mereka berusaha mengabdikan diri bagi riset yang menurut mereka relevan. Tentu saja relevansi adalah suatu ide yang sangat subyektif dan tidak ada sesuatupun yang relevan bagi semua orang. Namun argumen dasar yang dibuat untuk suatu fokus kebijakan adalah bahwa hasil-hasil riset dalam beberapa hal sangat berguna bagi masyarakat. Akibat-akibat dari warisan ini adalah bahwa riset tentang kebijakan lebih disukai dari pada riset-riset lain yang sudah kita pikirkan untuk memasukkan pemikiran mengenai soal-soal normatif. Ini tidak berarti bahwa semua riset tentang kebijakan itu bersifat normatif. Melainkan berarti bahwa riset itu dalam banyak hal menunjukkan usaha-usaha sadar untuk membelokkan riset-riset normatif dan ilmiah kepada disiplin ilmu politik.
Apa sebetulnya kebijakan itu? Banyak definisi tentang konsep ini. Thomas Dye memberi batasan atas kebijakan sebagai” … apa saja yang hendak dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah “. Richard Hofferbert mendefinisikannya sebagai “ … produk –produk yang kelihatan dari keputusan-keputusan yang diambil oleh tokoh-tokoh yang dapat mengidentifikasikan diri dengan cita-cita masyarakat.” Banyak peneliti lain berpendapat bahwa tidak mungkin memberi kan satu definisi saja atas kebijakan. Mereka yakin bahwa perlu mendaftarkan berbagai elemen dan pengertian-pengertian lain mengenai kebijakan, seperti tujuan-tujuan dan implementasi program-program, atau pemikiran-pemikiran sebagai bermacam-macam aspek keuntungan langsung dan tak langsung serta biaya kebijakan.

Penentuan Kebijakan
Kita telah memperlihatkan bahwa ada dua tugas pokok dari riset mengenai penentuan kebijakan. Pertama adalah isi kebijakan. Para peneliti telah berusaha melihat isi dengan mencoba membedakan macam-macam kebijakan dan proses dengan mana setiap jenis kebijakan itu ditetapkan. Tugas yang kedua adalah cara melaksanakan kebijakan itu. Kita mulai dengan melihat usaha-usaha untuk mengklasifikasikan jenis-jenis kebijakan.
Salah satu jalan dalam mana para peneliti membedakan jenis-jenis kebijakan adalah melalui bidang fungsional mereka. Dengan kata lain,mereka mengkategorikan kebijakan melalui bidang-bidang substantif yang mau diatur oleh kebijakan-kebijakan. Contoh-contoh dari kategorisasi fungsional adalah kebijakan kesejahteraan, kebijakan luar negeri, kebijakan pertanian,dsb.
Theodore Lowi telah mengusulkan suatu tipologi lain dalam mana ia berusaha memikirkan tipe kebijakan sebagai cara-cara penentuan kebijakan. Ia membagi Keebijakan atas tiga tipe Distributif,redistributif dan yang bersifat peraturan. Ia menyatakan bahwa setiap arena kebijakan dicirikhaska oleh suatu tipe penetuan kebijakan yang berbeda. Kebijakan-kebijakan distributif adalah kebijakan-kebijakan yang mengalokasikan sumber-sumber dari masyarakat kepada banyak kelompok-kelompok lain yang berbeda-beda. Nampaknya seperti ada sesuatu bagi orang lain walaupun kecil dan tidak ada seseorangpun yang dibebani dengan pembayaran yang besar kepada pemeritah. Kepentingan-kepentingan Veteran, latihan kerja, pinjaman-pinjaman sekolah, subsidi pertanian, dan pinjaman-pinjaman dagang merupakan contoh-contoh luasnya sumber-sumber yang di bagi secara merata oleh pemerintah kita. Lowi mengatakan bahwa tipe kebijakan ini dapat dilihat sebagai balok yang berguling. Maksudnya, para pengambil keputusan paling kurang sepakat untuk membantu yang lain untuk mendapatkan sesuatu seandainya mereka melihat bahwa ada sesuatu yang baik bagi mereka.
Kebijakan-kebijakan redistributif adalah kebijakan-kebijakan yang mengalokasikan keuntungan-keuntungan kepada kelompok-kelompok tertentu, tetapi ada kelompok-kelompok lain yang dapat didentifikasikan yang harus menanggung biaya. Contoh tipe ini adalah urusan-urusan kesejahteraan. Kelas menengah dan kelas kaya diharapkan membayar pajak yang tinggi untuk membiayai pelayanan-pelayanan bagi mereka yang membutuhkannya dan tidak sanggup membiayainya. Kalau tidak ada sesuatu pun bagi setiap orang dan tidak ditetapkan siapa yang harus memberi dan siapa yang harus membayar, maka arena kebijakan akan menimbulkan konflik dan ciri khas nya adalah koalisi yang tetap antara kaum kaya dan kaum lemah. Sebagaimana dalam skema Almond dan Powell, politik pengaturan berkaitan dengan kontrol pemerintah. Lowi mengatakan bahwa penentuan kebijakan dalam bidang pengaturan ditandai oleh konflik yang sungguh dan koalisi yang tidak tetap. Misalnya, perusahaan-perusahaan penerbangan bersaing dalam transportasi muatan dan karena itu mereka mengusahakan konsesi dari pemerintah.
Sekarang kita mempunyai tiga generalisasi yang menyangkut hubungan antara tipe pengambilan keputusan dan tipe kebijakan berdasarkan skema Lowi. Tentu saja ini merupakan suatu daftar komprehensif dari semua cara yang dipakai oleh para peneliti dalam mengkategorisasikan kebijakan. Tetapi daftar ini pasti menjadi adekuat sebagai suatu basis diskusi mengenai pemakaian dan batas-batas untuk menciptakan tipe-tipe kebijakan. Anda dapat memikirkan bahwa semua usaha itu hanya mengarah kepada terciptanya suatu kekacauan dan tidak lebih dari itu.
Soalnya adalah bahwa sukar sekali untuk mengembangkan kategori-kategori yang dapat dipakai untuk mengklasifikasikan kebijakan-kebijakan tanpa makna rangkap atau overlapping. Umpamanya, klasifikasi fungsional nampaknya mengandung arti, terutama memikirkan kenyataan bahwa organisasi dari pemerintah Amerika mengikuti garis fungsional: Departemen Pertanian menentukan kebijakan-kebijakan pertanian. Departemen Transportasi menentukan kebijakan-kebijakan transportasi, dan selanjutnya. Maka ada kebijakan-kebijakan yang tumpang tindih pada garis fungsional ini. Misalnya, kebijakan-kebijakan asisten federal mengikuti bencana-bencana alam termasuk asisten perumahan yang ditangani oleh Departemen Perumahan dan Pengembangan Kota, pembayaran biaya pembaharuan ditangani oleh urusan Perdagangan Kecil, dan bantuan darurat ditangani oleh Palang Merah yang merupakan suatu organisasi privat.
Analisa Kebijakan
Penekanan kedua dalam riset kebijakan diletakkan pada dua aspek analisa kebijakan. Apa itu benturan kebijakan? Kita merancang kebijakan dengan latar belakang pemikiran bahwa kebijakan-kebijakan itu akan mendatangkan beberapa hasil. Kini riset semakin diarahkan untuk mendapat kepastian entah tujuan itu telah dicapai, entah kebijakan itu menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan, dan entah kebijakan itu memakan biaya yang besar. Baiklah kita pikirkan beberapa langkah yang perlu dalam mengidentifikasikan benturan kebijakan. Pertama, perlulah mengidentifisir target yang menyangkut populasi. Dengan kata lain, kita harus menspesifiksikan siapa atau apa yang membentur kebijakan itu. Selanjutnya kita harus mengidentifiksikan efek-efek kebijakan apa yang diharapkan. Misalnya, apakah suatu kebijakan kesejahteraan dimaksudkan untuk menghasilkan suatu standar hidup minimum yang pasti bagi orang-orang miskin ataukah itu untuk memberikan kepada mereka sumber-sumber yang perlu untuk memperbaiki hidup mereka sendiri? Kalau ada banyak tujuan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan, maka tujuan-tujuan itu harus diurutkan.
Hal kedua yang selalu harus diingat adalah bahwa kebijakan-kebijakan dapat menimbulkan akibat-akibat yang tidak dimaksudkan dan itu harus diperkirakan pula. Misalnya, sebuah program kesejahteraan dapat mencapai impak yang dikehendaki yang menghasilkan suatu standar hidup minimum bagi kaum miskin. Akan tetapi mungkin bahwa kebijakan seperti itu mendatangkan pula impak yang tidak dikehendaki dalam usaha mendorong mereka bekerja. Faktor ketiga yang harus diingat juga yakni bahwa kebijakan-kebijakan dapat menimbulkan impak atas hal-hal lain disamping target populasi. Misalnya, pikirkan lagi mengenai kebijakan menyangkut kemiskinan yang baru saja kita ambil sebagai contoh. Impak atas kaum miskin dapat merupakan peningkatan standar hidup, namun impak bagi kelas menengah dapat merupakan peningkatan pajak yang mungkin dirasakan berat.
Contoh terakhir ini juga menunjukkan dua hal. Pertama, kebijakan-kebijakan dapat mempunyai kedua efek sekaligus (pajak yang semakin naik dan keberatan pajak). Kedua, kita harus membayangkan bahwa impak-impak kebijakan mencakup keuntungan-keuntungan (standar hidup minimum bagi kaum miskin) dan biaya (pajak dan beratnya pajak yang sukar diterima). Bagian dari biaya yang harus dipikirkan termasuk kegitan-kegiatan lain yang harus dikorbankan demi pelaksanaan kebijakan. Biaya dari kepentingan-kepentingan yang telah lewat dikenal sebagai “biaya kesempatan”. Kalau kita tidak menempatkan kebijakan atas kemiskinan kedalam efek, maka mungkin kita dapat memberikan sumbangan kepada sistem-sistem perpindahan massa untuk meringankan masalah energi.

RINGKASAN: PENGAMBILAN KEPUTUSAN.
Definisi pokok : Proses memilih diantara alternatif-alternatif tingkah laku.
Operasionalisasi :
1. Observasi mengenai individu dalam posisi pemilihan.
2. Kuesioner untuk menentukan kalkulasi dan tindakan dalam posisi pemilihan.
Persoalan dasar :
1. Bagaimana para pejabat politik mengambil keputusan?
2. Mengapa para pejabat politik membuat keputusan-keputusan?
3. Siapa yang mengambil keputusan-keputusan politis?
Penemuan mayor :
1. Pengambilan keputusan presidensial nampaknya berhubungan dengan tipe kepribadian.
2. Ciri-ciri khas organisasi-organisasi mempengaruhi para pengambil keputusan dan karena itu menentukan pula keputusan-keputusan yang diambilnya.
3. Pengambilan keputusan rasional jarang terdapat dalam dunia nyata.
Arah untuk masa depan:
1. Lebih banyak spesifikasi yang terdapat dari faktor pengambilan keputusan.
2. Lebih banyak hubungan-hubungan yang lebih tepat antara faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan-keputusan dan keputusan-keputusan aktual yang diambil
3. Diusahakan lagi cara-cara mengatur hal-hal yang bukan keputusan.
RANGKUMAN KEBIJAKAN
Definisi pokok : tingkah laku persetujuan tertentu dalam menangani suatu problem.
Operasionalisasi : Biasanya merupakan suatu seri keputusan mengenai bidang fungsional tertentu.
Pertanyaan-pertanyaan dasar:
1. manakah tipe-tipe kebijakan?
2. Bagaimanakah kebijakan-kebijakan itu dilaksanakan?
3. Mankah impak-impak kebijakan?
4. Bagaimana kebijakan-kebijakan itu dinilai?
Penemuan-penemuan mayor:
1. Kebijakan-kebijakan mempunyai dampak yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan
2. Model pengambilan keputusan yang berbeda-beda timbul dalam macam-macam masalah yang berbeda-beda.
Arah untuk masa depan :
1. Usaha untuk menspesifikasikan hubungan antara jenis kebijakan dan jenis proses penentuan kebijakan.
2. Usaha lebih intensif dan sungguh-sungguh untuk mengadakan implementasi kebijakan.
3. Usaha-usaha disekitar pengukuran impak kebijakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar